PATOFISIOLOGI NEUROLOGI
1.PENYAKIT SEREBROVASKULER
A.
Pengertian
Penyakit
serebrovaskuler (cerebrovasculer disease) merupakan gangguan neurologi yang
sering terjadi pada orang dewasa. Penyakit serebrovaskuler mencakup semua
proses patologi yang mengenai pembuluh darah otak. Cerebrovasculer accident
atau yang lebih dikenal dengan istilah stroke merupakan salah satu bentuk
gangguan pada sistem neurologi yang sering dijumpai.
B. Penyebab
Menurut
Brunner dan Suddarth (2001) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari
empat kejadian, yaitu:
1. Trombosis
serebri (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
2. Embolisme
serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh
yang lain).
3. Iskemia
(penurunan aliran darah ke otak).
4. Hemoragik
serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan dalam jaringan
otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya kehilangan penghentian suplai darah ke
otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen.
Senada
dengan Brunner dan Suddarth, Price dan Wilson (1995) mengemukakan bahwa
trombosis serebri merupakan penyebab stroke yang paling sering ditemui yaitu
pada 40 % dari semua kasus stroke yang telah dibuktikan oleh ahli patologi.
Arteriosklerosis serebral dan pelambatan sirkulasi serebral adalah penyebab
utama trombosis serebri. Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan
tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada
setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau
hari (Brunner dan Suddarth, 1995). Mancall (cit. Price dan Wilson, 1995)
menambahkan bahwa trombosis serebri merupakan penyakit orangtua. Usia yang
paling sering terserang oleh penyakit ini berkisar antara 60 sampai 69 tahun.
Sedangkan
pada embolisme serebral terjadi karena adanya abnormalitas patologik pada
jantung kiri. Seperti endokarditis infektif penyakit jantung rematik, dan
infark miokard serta infeksi pulmonal adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus
biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang merusak
sirkulasi serebral. Iskemia serebral terutama karena konstriksi ateroma yang
menyuplai darah ke otak manifestasi paling umum adalah Transient Ischemic
Attack (Brunner dan Suddarth, 2001). Satyanegara (1998) menambahkan bahwa
stroke akibat emboli serebri biasanya mempunyai onset yang tiba-tiba dan cepat
tanpa adanya tanda-tanda peringatan atau peringatan sama sekali klien tiba-tiba
terjatuh kolaps dilantai dan lumpuh.
2.KEJANG DAN EPILEPSY
Kejang:
Manifestasi klinis dari pelepasan sinkronis yang abnormal dan berlebihan dari
kumpulan neuron serebral (Cock 2006).
Kejang epileptik timbulnya sepintas dari
tanda-tanda dan gejala, atau keduanya, akibat aktivitas neuronal yang
berlebihan dan sinkronis di otak (Fisher ILAE, IBS 2005). Aktivitas singkat
yang sinkronis dari sekelompok neuron mengakibatkan ”interictal spike”, yang
berlangsung kurang dari 70 ms dan berbeda dengan kejang (deCurtis 2001).
Epilepsi: adalah gangguan dari otak dengan
ciri predisposisi terus menerus untuk membangkitkan kejang epileptik dengan
akibat neurobiologik, kognitif, psikologik, dan sosial (ILAE proposed new
edition, 2005).
Epilepsi adalah gangguan dari otak dengan
ciri predisposisi terus menerus untuk membangkitkan kejang epileptik, dan epileptogenesis
adalah perkembangan jaringan neuronal pada mana timbul kejang spontan (Duncan
2006).
3. PENYAKIT DEGENARATIVE DAN GANGGUAN
LAIN PADA SYSTEM SYARAF
Perubahan degeneratif
pada diskus intervertebral merupakan
penyebab tersering nyeri pinggang.
Penyebab lain antara lain kelainan
kongenital, perkembangan,
inflamasi, serta tumor, yang secara kepentingan
klinis adalah sekunder namun mungkin
berakibat perubahan yang serupa pada
diskus intervertebral. Peningkatan pengetahuan
terhadap gangguan penampilan dan
fungsi tulang belakang menimbulkan minat yang lebih besar. Ini tidak hanya karena gangguan yang umum terhadap diskus intervertebral, namun
juga terhadap akibat yang ditimbulkan pada
struktur yang berdekatan. Hubungan langsung antara diskus intervertebral yang
mengalami herniasi dengan siatika
dianggap mempunyai basis morfologikal. Namun
terpakunya pada perubahan pato-morfologikal sebagai penyebab gejala
mengantarkan pada situasi adanya
kelainan fungsional tulang belakang yang ternyata tanpa
disertai patomorfologi yang
jelas.Terbukti bahwa pengangkatan
secara operatif terhadap prolaps tidak memecahkan semua
masalah. Juga ditemukan adanya perbedaan
yang mengejutkan antara
perubahan patomorfologikal
dan radiografik pada satu sisi
dan gejala disisi lain. Perubahan
bentuk dan fungsi tidak selalu berhubungan
dengan penampilan klinis
segmen bersangkutan. Jadi suatu
deformitas tidak perlu menunjukkan
perasaan tidak enak.
Buktinya adalah skoliosis dan
kifosis pada remaja dapat menjadi lengkap tanpa
gejala. Juga sering ditemukan pada foto
sinar-X untuk keperluan lain, adanya tanda-tanda
perubahan degeneratif pada penderita
yang menyangkal adanya keluhan.
4.CIDERA SUSUNAN SARAF PUSAT
Sebagian
besar cedera otak tidak disebabkan oleh cedera langsung terhadap jaringan otak,
tetapi terjadi sebagai akibat kekuatan luar yang membentur sisi luar tengkorak
kepala atau dari gerakan otak itu sendiri dalam rongga tengkorak. Pada cedera
deselerasi, kepala biasanya membentur suatu objek seperti kaca depan mobil,
sehingga terjadi deselerasi tengkorak yang berlangsung tiba-tiba. Otak tetap
bergerak kearah depan, membentur bagian dalam tengorak tepat di bawah titik
bentur kemudian berbalik arah membentur sisi yang berlawanan dengan titik
bentur awal. Oleh sebab itu, cedera dapat terjadi pada daerah benturan (coup)
atau pada sisi sebaliknya (contra coup). Respon awal otak yang mengalami cedra adalah ”swelling”.
Memar pada otak menyebabkan vasoliditasi
dengan peningkatan aliran darah ke daerah tersebut, menyebabkan penumpukan
darah dan menimbulkan penekanan terhadap jaringan otak sekitarnya. Karena tidak
terdapat ruang lebih dalam tengkorak kepala maka ‘swelling’ dan daerah otak
yang cedera akan meningkatkan tekanan intraserebral dan menurunkan aliran darah
ke otak. Peningkatan kandungan cairan otak (edema) tidak segera terjadi tetapi
mulai berkembang setelah 24 jam hingga 48 jam. Usaha dini untuk mempertahankan
perfusi otak merupakan tindakan
penyelamatan hidup.
5.EVALUASI PENDERITA GANGGUAN
NEUROLOGI
-Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan dokter kepada pasien
meliputi pemeriksaan umum serta pemeriksaan ‘neurologis’. Pemeriksaan tekanan darah
merupakan pemeriksaan umum yang rutin dilakukan untuk penapisan adanya kelainan
tekanan darah seperti hipertensi juga hipotensi.Pemeriksaan umum merupakan
pemeriksaan pada semua sistem anggota tubuh, mulai dari kepala, leher, dada,
perut hingga kaki. Pemeriksaan fisik meliputi : inspeksi (melihat), palpasi
(meraba), perkusi (menekan) dan auskultasi (mendengar). Misalnya:Dengan
menggunakan stetoskop dokter mendengar adanya bunyi ‘bruit’ di pembuluh darah
arteri di leher (arteri karotis). Mendengar bunyi jantung, perihal adanya
kelainan bunyi, dan kelainan frekuensi, ritme jantung.Pemeriksaan ‘neurologis’
merupakan pemeriksaan saraf untuk menemukan berbagai kelainan sensorik,
motorik, koordinasi, refleks dan fungsi luhur.
-Pemeriksaan laboratorium
Berbagai pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada pasien
dengan gejala strok. Beberapa pemeriksaan dilakukan segera di USG ketika
terdapat serangan strok, beberapa pemeriksaan lainnya dilakukan kemudian.
-Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah lengkap dapat meliputi tes:
Hb, Leukosit, Trombosit.
-Tes profil lemak darah: Kolesterol total, Kolesterol HDL
6.TUMOR SUSUNAN SYARAF PUSAT
Tumor susunan saraf pusat ditemukan sebanyak ± 10% dari
neoplasma seluruh tubuh, dengan frekwensi 80% terletak pada intrakranial dan
20% di dalam kanalis spinalis. Di Amerika di dapat 35.000 kasus baru dari tumor
otak setiap tahun, sedang menurut Bertelone, tumor primer susunan saraf pusat
dijumpai 10% dari seluruh penyakit neurologi yang ditemukan di Rumah Sakit Umum.
Di Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan.Insiden
tumor otak pada anak-anak terbanyak dekade 1, sedang pada dewasa pada usia
30-70 dengan puncak usia 40-65 tahun.
Diagnosa tumor otak ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis
dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi.
Dengan pemeriksaan klinis kadang sulit menegakkan diagnosa tumor otak apalagi
membedakan yang benigna dan yang maligna, karena gejala klinis yang ditemukan
tergantung dari lokasi tumor, kecepatan pertumbuhan masa tumor dan cepatnya
timbul gejala tekanan tinggi intrakranial serta efek dari masa tumor kejaringan
otak yang dapat menyebabkan kompresi, infasi dan destruksi dari jaringan otak.
Walaupun demikian ada bebrapa jenis tumor yang mempunyai predileksi lokasi
sehingga memberikan gejala yang spesifik dari tumor otak. Dengan pemeriksaan
radiologi dan patologi anatomi hampir pasti dapat dibedakan tumor benigna dan
maligna.
Penderita tumor otak lebih banyak pada laki-laki (60,74
persen) dibanding perempuan (39,26 persen) dengan kelompok usia terbanyak 51
sampai ≥60 tahun (31,85 persen); selebihnya terdiri dari berbagai kelompok usia
yang bervariasi dari 3 bulan sampai usia 50 tahun. Dari 135 penderita tumor
otak, hanya 100 penderita (74,1 persen) yang dioperasi penuli,s dan lainnya
(26,9 persen) tidak dilakukan operasi karena berbagai alasan, seperti;
inoperable atau tumor metastase (sekunder). Lokasi tumor terbanyak berada di
lobus parietalis (18,2 persen), sedangkan tumor-tumor lainnya tersebar di
beberapa lobus otak, suprasellar, medulla spinalis, cerebellum, brainstem,
cerebellopontine angle dan multiple. Dari hasil pemeriksaan Patologi Anatomi
(PA), jenis tumor terbanyak yang dijumpai adalah; Meningioma (39,26 persen),
sisanya terdiri dari berbagai jenis tumor dan lain-lain yang tak dapat
ditentukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar